Friday 10 April 2009

Presiden Obama Menyentuh Iran

Ketika Presiden Obama menyampaikan salam hari raya kepada Iran Jum’at minggu lalu, menawarkan “awal yang baru” dalam hubungan Iran-AS, muncullah beragam reaksi. Tapi, pemimpin utama Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menanggapinya secara kritis, dengan berkata bahwa ia tidak melihat perubahan nyata dalam sikap dan kebijakan AS.
Wartawan Iran, Ali Reza Nourizadeh, direktur pusat studi Arab dan Iran di London, berkata bahwa masyrakat Iran secara umum menyambut baik tawaran Obama. Nourizadeh menyatakan Presiden Amerika tidak hanya memuji kebudayaan Iran, tapi juga menyapa pemimpin Iran secara langsung, dengan menyebut pemerintah dengan nama resminya- Republik Islam Iran. Tapi ia mencatat reaksi pemerintah Teheran terhadap pernyataan Presiden Obama terhadap tahun baru Persia masih jauh dari kata hangat.
Berbicara kepada host acara VOA’S International Press Club, Ali Reza Nourizadeh berkata bahwa pemerintah tidaklah senang. Menurut Nourizadeh, Ayatollah Khamenei dan para pemimpin Iran tidak menginginkan “hubungan yang normal” dengan AS. Nourizadeh berpendapat bahwa Teheran menginginkan untuk membuat semua konsesi tanpa memberikan suatu apapun kembali. Ia berkata bahwa tidak realistis bagi Iran meminta Washington menghentikan dukungannya pada Israel sembari secara simultan menyerukan penghacuran terhadap negara Yahudi tersebut. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Ayatollah Khamenei mengkritik penyitaan asset-aset Iran oleh AS tanpa memberitahukan rakyatnya apakah yang menuntun terhadap keputusan tersebut.
Ali Reza Nourizadeh menyatakan ia percaya akan memerlukan waktu beberapa tahun sebelu Iran dan AS membangun hubungan yang normal di antara mereka. Ia menambahkan bahwa sepertinya akan ada perubahan pendekatan daripada sebuah perubahan kebijakan yang aktual. Dia melihat bahwa “pada hari akhir” Ayatollah Khameneilah yang akan menentukan. Nourizadeh mengingatkan, bahwa pemerintahan Obama berharap bahwa rakyat Iran akan memilih kandidat yang “pragmatis dan berpikiran liberal” selama pemilu presiden bulan Juli.
Wartawan Nadia Bilbasssy, koresponden senior, pada Middle East Broadcasting Center, menyatakan bahwa dunia Arab menilai bahwa Presiden Obama yang mencoba menyentuh Iran merupakan langkah yang positif. Ia berujar orang ingin melihat perubahan dari pemerintahan sebelumnya, yang secara tipikal “memilih bahasa militer”. Bilbasssy mencatat bahwa presiden AS yang baru menekankan pemikiran “saling menghormati”.
Meski demikian, dari perspektif Arab, persoalan Iran dirumitkan oleh masalah dalam negerinya, demikian Nadia Bilbassy. Diantaranya ialah program nuklir Iran, dukungannya untuk Hizbullah di Lebanon, dan Hamas di Palestina, serta rivalitas regional dengan Arab Saudi. Meski begitu, masalah ini tidak mengurangi antusiasme Arab terhadap langkah Obama, ungkap Bilbassy. Negara-negara Arab menyambut baik penggunaan “soft power” oleh Obama dan penitikberatannya pada “dialog dan diplomasi”. Lebih lanjut, Bilbassy menyatakan mereka juga menyambut baik terhadap sikap Obama yang tidak mau “tunduk terhadap tekanan Israel” untuk menjadikan Iran sebagai prioritas utama dalam pemerintahannya.
Sedangkan jurnalis Israel Nathan Guttman dari Jewish Daily Forward menyatakan bahwa pemerintah Israel tidak merespons di depan umum terhadap pesan Obama kepada Iran. Tapi ia mengatakan sebagian besar rakyat Israel mempercayai bahwa sikap garis keras sangat dibutuhkan berkenaan dengan masalah Iran.
Tidak lama sebelum Obama membuat pernyataan terhadap rakyat Iran minggu lalu, Guttman menekankan bahwa kepala staff Israel berada di Washington, bertemu dengan pejabat senior pemerintah AS. Dan dia berkata kepada mereka bahwa Israel percaya opsi militer masih tetap ada. Menurut Guttman, yang mengingatkan ada “semacam perbedaan diantara pendekatan Israel dan pendekatan Amerika”. Gutman berujar Israel menaruh perhatian mengenai pendekatan baru Washington terhadap Iran, yang meletakkan terlebih dahulu “diplomasi sebelum aksi militer” dapat menjadikan Iran mampu mengambil keuntungan saat ini untuk menyelesaikan program nuklir mereka.
AS telah mempunyai hubungan yang baik dengan Iran hampir 30 tahun, sebelum kaum revolusioner mengepung kedutaan AS di sana dan menawan orang-orang Amerika sebagai sandra. Sebagai akibatnya, hubungan diplomatik antara kedua negara memanas. Sekarang, pemerintahan baru AS mengulurkan tangan ke Iran, menawarkan dialog yang didasarkan pada hubungan yang saling menguntngkan. Beberapa analis berkomentar bahwa awal dari hubungan baru dapat dimulai pada Konferensi Internasional Mengenai Afghanistan yang disponsori oleh PBB di Den Haag, 31 maret. Iran merupakan salah satu dari 80 negara yang diundang. Meski begitu, jika perwakilan Iran dan AS bertemu, mungkin tidak akan banyak tercipta banyak harapan.
Beberapa waktu lalu, Ali Larijani, menyatakan bahwa permasalahan diantara kedua negara bukanlah masalah emosional dan dapat diselesaikan dengan “mengirim ucapan selamat”. Presiden Obama berkata ia mengharapkan kemajuan tetap dalam hubungannya dengan Iran tetapi bukan perubahan yang segera.

No comments:

Post a Comment