Monday 13 April 2009

Pertarungan Gembel VS Profesor Pada Pemilu 2009




Pada Pemilu 2009 kali ini, kita, masyarakat Indonesia berharap supaya Pemilu kali ini dapat menjadi momentum untuk menuju Indonesia yang lebih baik selama 5 tahun ke depan. Banyak harapan rakyat yang tersemat ke pundak para calon wakil rakyat dan calon presiden yang bertarung pada Pemilu 2009. Pada umumnya mereka berharap akan perubahan nasib, perubahan keadaan menuju kesejahteraan. Tentu untuk mewujudkan itu semua, dalam Pemilu 2009 kita haruslah betul-betul cermat dalam memilih partai/ calon wakil rakyat yang akan menyuarakan keprihatinan yang dialami oleh rakyat Indonesia.
Secara jujur haruslah diakui bahwa masih terdapat parpol-parpol yang mengajukan calon anggota legislatif yang sebenarnya tidak layak untuk mewakili rakyat. Mereka tidak melakukan fit and proper test terlebih dulu kepada calon yang akan mereka ajukan sebagai calon anggota legislatif. Kebanyakan dari mereka mengajukan kursi calon legislatif kepada siapa yang bisa membayar uang persekot dan yang bisa mengisi pundi-pundi para pengurus parpol. Ada juga yang mengajukan calon hanya sekedar karena keterkenalan orang tersebut, meskipun orang tersebut tidak kompeten sama sekali. Hal ini seperti terlihat dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh Global TV beberapa waktu lalu. Dalam acara itu, diundanglah dua orang artis dan seorang mantan presenter berita terkenal Metro TV. Mereka adalah Tere dari Partai Demokrat, Meutya Hafid dari Partai Golkar, dan Rachel Maryam dari Gerindra. Dalam acara tersebut, tampak sekali kualitas Rachel Maryam yang tidak tangkas dalam menjawab pertanyaan panelis, plenggang-plenggong, tolah-toleh, pokoknya sama sekali tidak layak untuk menjadi wakil kita di Senayan deh…………………… Tapi toh, kenapa dia dicalonkan oleh Gerindra? Ironis……………………. Tapi hal tersebut juga karena kejelian parpol-parpol yang melihat bahwa banyak rakyat Indonesia yang masih melihat/ mempertimbangkan hal-hal irrasional dalam menentukan pilihan mereka.
Saya kemudian teringat pernyataan guru SMP saya dulu. Beliau menjelaskan bahwa di Indonesia ini, suara Profesor akan kalah dibanding suara gembel. Ini karena jumlah profesor jauh kalah banyak dibandingkan dengan jumlah gembel, sementara suara mereka dihargai sama, satu orang satu suara. Hal ini akan menjadikan republik kita republiknya gembel. Beliau melanjutkan, kalau dibandingkan dengan di Amerika, jelas lain. Di sana antara profesor dan tenaga kasar, memiliki pemikiran yang tidak jauh berbeda, sehingga mereka dapat menentukan pilihan dengan rasional. Dan tentu saja, melihat kondisi yang jomplang antara Indonesia dan Amerika, beliau menjadi prihatin. Dulu saya memprotes hal ini. Maklum, waktu itu saya masih lugu, karena masih SMP. Lagipula, waktu itu, masih bergelora dengan euforia reformasi. Saya berargumen, bahwa siapapun harus dihargai dalam memberikan suaranya, tak peduli siapa dia.
Tapi kini saya sadar, bahwa tingkat pendidikan dan pemikiran antara gembel dan professor jauh berbeda. Profesor akan lebih jernih dalam melihat persoalan bangsa. Profesor akan lebih cerdas dalam menentukan pilihannya. Dan profesor akan lebih rasional dalam memutuskan sesuatu. Hal ini berbeda dengan gembel-gembel tersebut. Mereka akan lebih banyak menggunakan irrasionalitas daripada rasionalitas itu sendiri. Mereka mungkin akan lebih banyak memilih teman mereka yang sama-sama tak berpendidikan, sama-sama teman kumpul mabuk, dsb. Mereka akan lebih percaya akan datangnya Ratu Adil, melihat ada nama yang mirip dengan tokoh yang mendatangkan pagebluk dalam cerita jawa, Batara Kalla, akan membawa kesialan bagi nasib bangsa dsb. Mereka akan memilih parpol/ calon berdasarkan “petunjuk mbah Kyai” dsb. Hal ini disadari betul oleh Parpol-parpol tadi, sehingga, bukannya parpol-parpol tadi memberi “pencerahan” kepada gembel-gembel tadi, mereka justru menggunakan isu-isu rasionalitas tadi sebagai senjata untuk mengumpulkan pundi-pundi suara mereka.
Isu-isu rasionalitas tadi justru akan semakin dipanaskan oleh parpol-parpol tadi, seperti mengidentikkan parpolnya tadi dengan parpolnya wong cilik, menghembuskan isu-isu rasionalitas, isu-isu ancaman seperti akan ada kerusuhan jika parpolnya tidak menang dsb. Ini sama dengan membodohi orang yang sudah bodoh!!!!!!!!!!!!!!!!!
Dan akibatnya, keseluruhan rakyat akan ikut merana, termasuk profesor, karena orang yang duduk untuk memperjuangkan nasib rakyat Indonesia adalah orang yang tidak amanah, tidak kompeten, dan moralitasnya dipertanyakan. Jadi, selama tingkat pendidikan masyarakat kita masih rendah, maka nasib kita akan terus terpuruk. Hal itu karena terjadinya lingkaran setan. Pemilih bodoh menghasilkan pemimpin bodoh, pemimpin bodoh, akan menghasilkan bangsa yang bodoh pula. Begitu seterusnya. Hhhhhhhhhhhh Capek deeeehhhhhhhhhhhhhhhhhhhh…………………………..

1 comment:

  1. sebenarnya judul yang anda beri ,kurang tepat,sebab gembel dan profesor adalah status,pertarungan kali ini bukanlah pertarungan status,tapi pertarungan masalah tanggung jawab,oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab

    ReplyDelete