Wednesday 15 April 2009

IRONI MASYARAKAT INDONESIA


Berita pada harian Suara Merdeka beberapa waktu lalu yang menurunkan reportase beberapa nyawa melayang setelah menenggak minuman keras. Setidaknya ada 14 nyawa melayang gara-gara menenggak minuman maut tersebut.

Kita sangat menyayangkan dengan adanya kejadian tersebut. Rata-rata dari para korban adalah mereka yang dari kalangan menengah ke bawah. Sangat disadari bahwa budaya menenggak minuman keras sudah sangat membudaya dalam masyarakat kita. Apalagi untuk daerah Semarang dan sekitarnya. Bila ada tetangga mengadakan hajatan “mantenan”, maka pada malam harinya akan dibarengi dengan berpesta pora menenggak minuman keras. Tentu saja minuman keras yang tersedia adalah minuman keras murahan, seperti “Topi Miring”, dan sebagainya.

Hal tersebut mungkin dikarenakan karena ingin mencari pelarian sejenak dari permasalahan dan himpitan hidup yang mendera kehidupan mereka sehari-hari. Akan tetapi sangat disayangkan bila kemudian kehadiran “topi miring” dan yang lainnya tersebut kemudian menjadi teman penghilang stress.

Hal ini tentu berkebalikan dengan pernyataan presiden SBY yang pernah menyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Saya sangat tidak mengerti atas dasar apa Presiden SBY menyatakan hal itu. Bila kita menilik dari tingkat rutinitas ibadah masyarakat Indonesia, kok rasanya masih jauh. Kita lihat saja pada tingkat kehadiran jamaah sholat maghrib di masjid pada saat maghrib. Rata-rata kurang dari separo dari populasi masyarakat di lingkungan tersebut yang hadir. Itu, baru sholat maghrib…………jangan tanya pula shalat subuh,…………………….Really-really Hollow………………………………………………maaaaaannnnnnnnnnnnnnnnnnn………

Itu baru di tingkat ibadah, jangan tanya pula dari ketaatan terhadap ajaran-ajaran moral yang terkandung dalam agama. Maka kemudian jangan heran ketika kita banyak menemukan penyakit “ma lima” dalam masyarakat. Judi, Miras, Prostitusi dalam masyarakat kita seolah sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan bermasyarakat.

Anehnya lagi hal itu terjadi jelas-jelas di depan hidung aparat kita maupun pemuka agama. Penulis tidak habis pikir, ketika tempat prostitusi benar-benar diketahui, begitu pula dengan tempat judi, tempat penjualan miras dan lain sebagainya, kenapa aparat kita dan segala penyelenggara kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya pemerintah tidak cepat tanggap dan bergerak menghadapi hal ini?

Hal ini pun tentu saja merembet secara vertikal ke atas dengan maraknya korupsi, kolusi, nepotisme dan lainnya yang merupakan rentetan dari immoralitas masyarakat kita. Pada akhirnya kita betul-betul tidak tahu, obat apakah yang mampu untuk menyelamatkan bangsa ini?


No comments:

Post a Comment