Monday 23 March 2009

Pemerintah AS wajib menasionalisasi Perbankan AS Yang Kena Bailout

Krisis ekonomi global telah mengguncang dunia. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, seluruh negara di dunia terkena imbas krisis ini. Hal ini disebabkan karena krisis itu disebabkan dan mengimbas pada perekonomian Amerika Serikat. Krisis ini berlangsung lebih dari setahun yang lalu setelah dipicu oleh krisis subprime mortgage. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) diberikan kepada debitor yang sebetulnya tidak layak menerimanya. Edannya, pinjaman tersebut kemudian dijual kembali dalam bentuk instrument investasi ke bank, institusi keuangan, dan investor individu di seluruh dunia. Saat terjadi gagal bayar pada KPR tersebut, meledaklah krisis tersebut. Tentu saja, Amerika sebagai pemain utama perekonomian dunia mempunyai andil yang sangat besar terhadap kelangsungan, bahkan menjadi gantungan dari ekonomi negara-negara lain.

Di Amerika sendiri, banyak perusahaan-perusahaan bonafide yang kemudian terimbas krisis dan kemudian sekarat. AIG, perusahaan asuransi nomor wahid dunia dan Citibank, bank yang merupakan nomor wahid pula, yang sahamnya sempat merosot sampai 50 persen. Hal itu belum termasuk tiga raksasa otomotif Amerika, yang juga ikut sekarat karena krisis ini.

Untuk mencegah agar krisis ini tidak berlanjut dan kemudian bangkit, pemerintahan Barack Obama kemudian memberikan talangan kepada perusahaan-perusahaan yang sekarat tersebut. Bahkan, dalam rangka menyelamatkan bank-bank besarnya, pemerintah AS mengadakan stress test (uji kemampuan atas stabilitas). Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan menentukan apakah bank-bank tersebut tetap bisa survive jika terjadi resesi yang lebih parah. Pengumuman tersebut memberikan harapan bahwa kebijakan-kebijakan Obama akan membawa hasil untuk memulihkan sektor finansial AS. Menurut riset, Citigroup mulai menunjukkan indikasi positif karena program bantuan ini. Obama menyatakan bahwa institusi finansial akan diawasi sangat ketat di tengah krisis ekonomi global ini. Kepercayaan atas sistem finansial di AS hanya bisa dibangun lagi dengan transparan serta keterbukaan.

Stress test ini diwajibkan bagi 20 institusi finansial dengan total aset masing-masing USD 100 miliar. Stress test ini akan digunakan sebagai penentu untuk memutuskan apakah bank-bank tersebut memerlukan modal tambahan dari dana talangan Depkeu AS.

Hal ini memunculkan konsekuensi, dimana saham preferensi pemerintah, kemudian dikonversi menjadi saham biasa. Karena rencana Obama tidak dijelaskan secara spesifik, rencana tersebut kemudian menuai kritik. Hal tersebut tak ayal membuat harga-harga saham menjadi terpuruk.

Beberapa analis memperkirakan, program penyelamatan finansial akan dapt mengarah kepada nasionalisasi perbankan utama di AS. Reaksi terhadap hal tersebut, Ben Bernanke, Chairman The Fed, mengemukakan bahwa pemerintah AS berusaha keras untuk menghindari terjadinya nasionalisasi.

Hal senada juga diungkap oleh Sheila Blair, chairman the Federal Deposit Insurance Corp (FDIC), lembaga penjamin simpanan perbankan. Menurut dia, pemerintah tidak ingin memainkan peran manajerial dalam operasi perbankan. Perbankan beroperasi dan berfungsi paling baik di tangan swasta, dan tidak cocok untuk keputusan operasional sehari-hari, bebernya lebih lanjut.

Menyikapi hal ini, penulis berpendapat bahwa sebenarnya, setelah saham preferen yang dimiliki oleh pemerintah kemudian diubah menjadi saham biasa, maka kedudukan pemerintah sebetulnya sama dengan pemilik saham biasa lainnya. Pemerintah, sebagai pemilik saham biasa, selain mendapat dividen dan mendapatkan hak voting, juga dapat duduk dalam manajerial operasional sehari-hari. Hal ini karena, pemerintah sebetulnya juga mempunyai tempat dan posisi yang sama dengan investor-investor biasa lainnya.

Kepemilikan saham oleh pemerintah bukanlah hal yang tabu. Hal ini seperti yang terjadi di Indonesia, dimana pemerintah memiliki bank mandiri misalnya. Ketika pemerintah mengelontor dhuitnya kepada bank tersebut, maka ia tak ubahnya seperti investor yang membeli saham bank tersebut. Karena itu, tak peduli apakah itu pemerintah, asal ia mempunyai dana yang ia tanam di bank tersebut, maka ia mempunyai posisi yang setara dengan pemegang saham lainnya.

Karena itu, hendaklah pemerintah AS tak menabukan peranan pemerintah dalam system ekonomi liberalisasinya. Asalkan pemerintah AS mempunyai peranan sebagaimana layaknya investor, maka pemerintah AS juga berhal bertindak sebagaimana layaknya seorang investor, yang dapat juga mengambil peran manajerial dalam tubuh bank tersebut.

No comments:

Post a Comment